Pertanian Organik dan Penerapannya
Pertanian
Organik
Saat ini makin banyak
masyarakat di seluruh dunia yang peduli akan keberlangsungan ekosistem alam.
Itu sebabnya gerakan back to nature gencar digalakkan di
seluruh dunia untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan kesehatan manusia itu
sendiri. Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pangan organik yang
dihasilkan dari sistem pertanian organik. Sistem pertanian ini apabila
dilaksanakan sesuai dengan aturan maka akan menghasilkan pangan yang sehat bagi
tubuh sekaligus menjaga agar alam tetap lestari.
Sistem standardisasi Indonesia
SNI 01-6792-2002 menyebutkan bahwa pertanian organik adalah suatu
sistem manajemen produksi yang holistik yang meningkatkan dan mengembangkan
kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan
aktivitas biologi tanah.
Untuk
melaksanakan pertanian organik pada tanaman padi, harus dilakukan dalam satu
kawasan
Dalam pengertian di atas
terdapat kata holistik yang artinya menyeluruh. Jadi dalam pertanian organik
itu penerapan syaratnya tidak bisa setengah-setengah karena saling terintegrasi
satu sama lain. Itu sebabnya di wilayah binaan saya yang sebagian besar
merupakan petani komoditas pangan belum bisa menerapkan sistem pertanian
organik murni karena harus dilakukan secara kawasan dalam satu kelompok.
Kita tidak bisa mengatakan
kalau sawah A yang melaksanakan persyaratan pertanian organik itu sudah
menghasilkan pangan organik murni karena sawah di sebelahnya masih belum
menerapkan sistem tersebut. Pada saat menyemprot pestisida bisa saja residu
dari sawah sebelahnya mengenai sawah A. Belum lagi aliran air irigasi yang
membawa unsur hara dari pupuk sintetis di sawah sebelah masuk ke sawah A,
sementara pertanian organik tidak menghendaki penggunaan pupuk sintetis.
Itu juga yang disayangkan
ketika para kelompok wanita tani (KWT) binaan saya belum dikatakan dapat
menghasilkan pangan organik murni walaupun sudah melaksanakan prinsip pertanian
organik di lahannya. Hal ini karena lahan di sebelah KWT yang merupakan milik
petani lain belum melaksanakan prinsip tersebut sehingga belum bisa dikatakan
sebagai pertanian organik murni.
Syarat
Pertanian Organik
Untuk menghasilkan pertanian
organik yang sesuai dengan standard harus memenuhi beberapa persyaratan
tertentu, diantaranya adalah (Balitbangtan, 2013):
1.
Penggunaan benih lokal atau
benih hibrida yang telah beradaptasi dengan alam sekitar agar tahan dengan
iklim lokal dan bukan benih dari hasil rekayasa genetika.
2.
Menghindari penggunaan pupuk
buatan (anorganik) dan pestisida sintesis sehingga menekan pencemaran udara,
tanah dan air.
3.
Mempromosikan penggunaan
tanah, air, dan udara secara sehat.
4.
Meminimalkan semua bentuk
polusi yang dihasilkan dari praktik-praktik pertanian.
5.
Kesuburan dan aktivitas
biologis tanah pada pertanian organik harus dijaga dan ditingkatkan dengan
menanam tanaman leguminoceae (kacang-kacangan) atau menanam
tanaman yang mempunyai perakaran dalam melalui program rotasi tanaman yang
sesuai.
6.
Pengendalian hama, penyakit
dan gulma tidak memperkenankan dengan menggunakan pestisida sintetis.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pengendalian mekanis, penggunaan
pestisida nabati, penggunaan musuh alami, varietas tahan, rotasi tanaman dan
prinsip lain yang selaras dengan alam.
Penerapan
Pertanian Organik dengan Polikultur
Selama ini yang saya tau,
pertanian organik lebih banyak diterapkan pada komoditas hortikultura seperti
sayuran dan buah-buahan. Untuk komoditas pangan sendiri bukan berarti tidak
mungkin, namun dibutuhkan persiapan yang lebih matang mengingat komoditas
pangan merupakan kebutuhan utama. Contohnya pada tanaman padi yang masih sulit
untuk diterapkan secara organik karena hama penyakitnya cukup banyak dan sangat berbahaya
bagi produktivias.
Penanaman secara organik
umumnya menggunakan sistem polikultur atau menanam beberapa jenis tanaman dalam
satu lahan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hasil yang
selaras dengan alam. Misalnya menanam sayuran dengan tanaman leguminosa dan
tanaman toga yang dapat membantu mengusir serangga hama di sekitar pertanaman.
Sistem polikultur, sumber: Cyber Extension – Kementerian
Pertanian RI
Kelebihan sistem ini adalah
selain membantu mengurangi hama penyakit beserta siklus hidupnya, pertanian
organik dengan sistem polikultur juga dapat menambah kesuburan tanah,
menghindari persaingan tanaman dalam memperoleh unsur hara, dan mampu
menghasilkan panen yang beragam.
Nah, bagaimanakah memilih
tanaman yang tepat untuk sistem polikultur? berikut adalah 3 cara memilih
tanaman yang tepat untuk polikultur (Balitbangtan, 2013):
1.
Berdasarkan
sosok tanaman dan kebutuhan sinar matahari. Tanaman yang menghasilkan bunga dan buah itu membutuhkan
sinar matahari lebih banyak karena lebih membutuhkan energi fotosintesis lebih
besar untuk proses berbunga dan mengisi buah. Sedangkan tanaman yang hanya menghasilkan
daun membutuhkan cahaya lebih sedikit, sehingga kedua jenis tanaman ini dapat
dilakukan polikultur. Contohnya adalah buncis dengan seledri bisa ditanam
bersama, atau cabai dengan kangkung dan sebagainya.
2.
Berdasarkan
kebutuhan unsur hara,
yaitu tanaman yang memerlukan unsur nitrogen (N) lebih banyak dan tanaman yang
memerlukan unsur kalium (K) lebih sedikit serta tanaman penghasil N. Contohnya
adalah menanam bayam, bawang merah dan kacang tanah atau kacang kedelai secara
bersamaan.
3.
Berdasarkan
sistem perakaran untuk
penentuan jarak tanaman. Contohnya adalah tanaman terong yang perakarannya
menyebar lebih luas daripada selada sehingga dapat ditanam secara bersamaan.
Apabila dilaksanakan sesuai
dengan prinsip dan standard yang ditentukan, pertanian organik memang sangat
penting untuk diterapkan. Selain menghasilkan pangan yang sehat, pertanian
organik sangat mendukung upaya pelestarian alam yang saat ini sedang diperjuangkan
oleh seluruh masyarakat. Semoga kedepannya, semakin banyak para petani dan
pelaku usaha bidang pertanian yang dapat menerapkan prinsip pertanian ini
secara bersamaan.
Sumber Informasi:
Balitbangtan. 2013. Pertanian
Organik, Pangan Sehat, Alam Lestari. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta: IAARD Press.
50hal.
0 komentar:
Posting Komentar